Surah Al Ma'idah Tafseer
Tafseer of Al-Ma'idah : 21
Saheeh International
O my people, enter the Holy Land which Allah has assigned to you and do not turn back [from fighting in Allah 's cause] and [thus] become losers."
Tafsir Ibn Kathir
Tafseer 'Tafsir Ibn Kathir' (IN)
Yakni: Mutahharah ialah "yang suci". Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna tanah suci ini, bahwa yang dimaksud ialah Bukit Tur dan daerah sekitarnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Baqqal, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa tanah suci tersebut adalah Ariha. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan mufassirin. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat Ariha bukan kota yang dimaksudkan untuk diserang, bukan pula terletak di tengah perjalanan mereka menuju ke Baitul Maqdis, karena mereka datang dari negeri Mesir ketika Allah telah membinasakan musuh mereka, yaitu Raja Fir'aun, kecuali jika yang dimaksud dengan Ariha adalah Baitul Maqdis, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir darinya. Jadi, yang dimaksud dengan Ariha bukanlah sebuah kota terkenal yang terletak di pinggiran Bukit Tur sebelah tenggara kota Baitul Muqaddas.
Firman Allah Swt.:
...yang telah ditentukan Allah bagi kalian.
Yakni Allah telah menjanjikannya buat kalian melalui lisan kakek moyang kalian —Nabi Ya'qub— bahwa tanah tersebut merupakan warisan bagi orang yang beriman di antara kalian.
...dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut musuh).
Dengan kata lain, janganlah kalian membangkang untuk berjihad.
"Maka kalian menjadi orang-orang yang merugi.”Mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan memasukinya.”
Mereka mengemukakan alasannya, bahwa "di negeri yang engkau perintahkan agar kami memasukinya dan memerangi penduduknya terdapat kaum yang gagah perkasa, memiliki tubuh raksasa yang kuat dan besar, dan sesungguhnya kami tidak mampu melawan mereka dan tidak pula menyerang mereka, serta tidak mungkin bagi kami memasukinya selagi mereka masih bercokol di dalamnya. Jika mereka keluar darinya, niscaya kami akan memasukinya, tetapi jika mereka masih tetap berada di dalamnya, maka tidak ada kekuatan bagi kami untuk mengusir mereka".
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul Karim ibnul Haisam, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Sufyan, bahwa Abu Sa'id pernah mengatakan bahwa Ikrimah telah menceritakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan: Musa diperintahkan untuk memasuki kota orang-orang yang gagah perkasa. Maka Musa berjalan bersama dengan orang-orang yang mengikutinya hingga turun istirahat di suatu tempat dekat dengan kota yang dimaksud, yaitu Ariha. Lalu Musa a.s. mengirimkan kepada mereka dua belas orang mata-mata yang berasal dari masing-masing kabilah. Mata-mata itu ditugaskan untuk melihat keadaan dan kekuatan musuh, lalu beritanya disampaikan kepada Nabi Musa a.s. dan pasukannya. Kedua belas orang mata-mata itu memasuki kota tersebut, dan ternyata mereka menyaksikan suatu hal yang hebat sekali. Mereka tertegun kaget melihat keadaan kota dan tubuh para penghuninya yang besar-besar seperti raksasa. Lalu mereka memasuki kebun milik salah seorang penduduk kota itu, tetapi pemilik kebun datang untuk memetik buah dari kebunnya. Kemudian ia memetik buah-buahan, dan ia menjumpai bekas telapak kaki kedua belas orang itu, lalu ia mengikuti dan mengejarnya. Setiap ia berhasil menangkap seseorang dari mereka, ia masukkan ke dalam kantong baju jubahnya bersama buah-buahan yang dipetiknya, hingga ia berhasil menangkap kedua belas orang mata-mata itu. Pemilik kebun itu memasukkan mereka ke dalam suatu kantong, bersama buah-buahan yang telah dipetiknya, lalu ia berangkat menghadap kepada rajanya dan mengeluarkan mereka semua dari kantong itu di hadapan rajanya. Si Raja berkata kepada mereka, "Sesungguhnya kalian telah melihat keadaan dan kekuatan kami. maka sekarang pulanglah dan beri tahukanlah kepada pemimpin kalian." Maka mereka kembali kepada Musa a.s. dan menceritakan kepadanya semua apa yang telah mereka saksikan perihal musuh mereka.
Akan tetapi, sanad asar ini masih perlu dipertimbangkan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Musa bersama kaumnya turun istirahat di suatu tempat, maka ia mengirimkan dua belas orang dari mereka yang semuanya adalah para pemimpin kabilah yang telah disebutkan oleh Allah Swt. Maka Musa a.s. mengirimkan mereka dengan tugas untuk membawa berita perihal kekuatan musuh mereka. Kedua belas orang itu berjalan. Di tengah jalan mereka bertemu dengan salah seorang dari penduduk kota yang gagah perkasa. Maka orang itu memasukkan mereka ke dalam kantong jubahnya dan membawa mereka sampai ke kotanya. Lalu orang itu berseru kepada kaumnya, kemudian kaumnya berkumpul mengelilinginya. Setelah itu mereka (penduduk kota itu) bertanya, "Siapakah kalian ini?" Kedua belas orang itu menjawab, "Kami adalah kaum Nabi Musa, dialah yang mengirimkan kami untuk mencari berita tentang kalian." Maka mereka memberi kedua belas orang itu sebiji buah anggur yang cukup buat makan satu orang, dan mereka berkata, "Pergilah kalian kepada Musa dan kaumnya, dan katakanlah kepada mereka bahwa ini adalah takdir." Maka mereka kembali dengan hati yang sangat takut, Ketika mereka datang kepada Musa, mereka langsung menceritakan apa yang telah mereka saksikan. Ketika Musa memerintahkan mereka untuk memasuki kota itu dan memerangi penduduknya, maka mereka (kaum Musa) berkata, "Hai Musa. pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja."
Demikianlah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Kemudian ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, dari Yazid ibnul Hadi, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abdur Rahman yang telah menceritakan bahwa ia pernah melihat Anas ibnu Malik memungut sebuah tongkat, lalu ia mengukurnya dengan sesuatu yang panjangnya tidak ia ketahui berapa hasta. Kemudian ia mengukurkannya ke tanah sepanjang lima puluh atau lima puluh lima kali panjang tongkat itu. Lalu ia berkata, "Inilah tinggi kaum 'Amaliqah (raksasa)."
Sehubungan dengan masalah ini banyak kalangan mufassirin yang menceritakan berita-berita buatan Bani Israil mengenai besarnya tubuh kaum yang gagah perkasa itu. Disebutkan bahwa di antara mereka ada seseorang yang dikenal dengan nama Auj ibnu Unuq binti Adam a.s. Konon tingginya adalah tiga ribu tiga ratus tiga puluh tiga dan sepertiga hasta, berdasarkan ukuran perhitungan hasta. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat memalukan bila disebutkan, kemudian hal ini bertentangan dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Sesungguhnya Allah menciptakan Adam as. dengan tinggi enam puluh hasta, kemudian keadaan (tubuh) manusia terus-menerus berkurang hingga sekarang.
Kemudian mereka menyebutkan bahwa Auj ibnu Unuq ini adalah seorang kafir, dia lahir dari hubungan zina, dan menolak menaiki perahu Nabi Nuh a.s. Dikatakan pula bahwa banjir besar tidak sampai sebatas lututnya (karena sangat tingginya), ini merupakan kedustaan dan kebohongan, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menceritakan bahwa Nabi Nuh a.s. mendoakan kebinasaan atas penduduk bumi yang kafir, seperti yang disebutkan melalui firman-Nya:
Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antaraorang-orang kafir itu tinggal di atas muka bumi (Nuh : 26)
Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal. (Asy Syu'ara:119-120)
Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang. (Huud:43)
Apabila anak Nabi Nuh sendiri yang kafir tenggelam, maka mana mungkin Auj ibnu Unuq yang kafir lagi anak zina itu dapat selamat dan masih hidup? Hal ini jelas bertentangan dengan rasio dan syara' (agama). Kemudian keberadaan seorang lelaki yang bernama Auj ibnu Unuq ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
Social Share
Share With Social Media
Or Copy Link
Be our beacon of hope! Your regular support fuels our mission to share Quranic wisdom. Donate monthly; be the change we need!
Be our beacon of hope! Your regular support fuels our mission to share Quranic wisdom. Donate monthly; be the change we need!
Are You Sure you want to Delete Pin
“” ?
Add to Collection
Bookmark
Pins
Social Share
Share With Social Media
Or Copy Link
Audio Settings