Surah Al Isra Tafseer

Surah
Juz
Page
1
Al-Fatihah
The Opener
001
2
Al-Baqarah
The Cow
002
3
Ali 'Imran
Family of Imran
003
4
An-Nisa
The Women
004
5
Al-Ma'idah
The Table Spread
005
6
Al-An'am
The Cattle
006
7
Al-A'raf
The Heights
007
8
Al-Anfal
The Spoils of War
008
9
At-Tawbah
The Repentance
009
10
Yunus
Jonah
010
11
Hud
Hud
011
12
Yusuf
Joseph
012
13
Ar-Ra'd
The Thunder
013
14
Ibrahim
Abraham
014
15
Al-Hijr
The Rocky Tract
015
16
An-Nahl
The Bee
016
17
Al-Isra
The Night Journey
017
18
Al-Kahf
The Cave
018
19
Maryam
Mary
019
20
Taha
Ta-Ha
020
21
Al-Anbya
The Prophets
021
22
Al-Hajj
The Pilgrimage
022
23
Al-Mu'minun
The Believers
023
24
An-Nur
The Light
024
25
Al-Furqan
The Criterion
025
26
Ash-Shu'ara
The Poets
026
27
An-Naml
The Ant
027
28
Al-Qasas
The Stories
028
29
Al-'Ankabut
The Spider
029
30
Ar-Rum
The Romans
030
31
Luqman
Luqman
031
32
As-Sajdah
The Prostration
032
33
Al-Ahzab
The Combined Forces
033
34
Saba
Sheba
034
35
Fatir
Originator
035
36
Ya-Sin
Ya Sin
036
37
As-Saffat
Those who set the Ranks
037
38
Sad
The Letter "Saad"
038
39
Az-Zumar
The Troops
039
40
Ghafir
The Forgiver
040
41
Fussilat
Explained in Detail
041
42
Ash-Shuraa
The Consultation
042
43
Az-Zukhruf
The Ornaments of Gold
043
44
Ad-Dukhan
The Smoke
044
45
Al-Jathiyah
The Crouching
045
46
Al-Ahqaf
The Wind-Curved Sandhills
046
47
Muhammad
Muhammad
047
48
Al-Fath
The Victory
048
49
Al-Hujurat
The Rooms
049
50
Qaf
The Letter "Qaf"
050
51
Adh-Dhariyat
The Winnowing Winds
051
52
At-Tur
The Mount
052
53
An-Najm
The Star
053
54
Al-Qamar
The Moon
054
55
Ar-Rahman
The Beneficent
055
56
Al-Waqi'ah
The Inevitable
056
57
Al-Hadid
The Iron
057
58
Al-Mujadila
The Pleading Woman
058
59
Al-Hashr
The Exile
059
60
Al-Mumtahanah
She that is to be examined
060
61
As-Saf
The Ranks
061
62
Al-Jumu'ah
The Congregation, Friday
062
63
Al-Munafiqun
The Hypocrites
063
64
At-Taghabun
The Mutual Disillusion
064
65
At-Talaq
The Divorce
065
66
At-Tahrim
The Prohibition
066
67
Al-Mulk
The Sovereignty
067
68
Al-Qalam
The Pen
068
69
Al-Haqqah
The Reality
069
70
Al-Ma'arij
The Ascending Stairways
070
71
Nuh
Noah
071
72
Al-Jinn
The Jinn
072
73
Al-Muzzammil
The Enshrouded One
073
74
Al-Muddaththir
The Cloaked One
074
75
Al-Qiyamah
The Resurrection
075
76
Al-Insan
The Man
076
77
Al-Mursalat
The Emissaries
077
78
An-Naba
The Tidings
078
79
An-Nazi'at
Those who drag forth
079
80
Abasa
He Frowned
080
81
At-Takwir
The Overthrowing
081
82
Al-Infitar
The Cleaving
082
83
Al-Mutaffifin
The Defrauding
083
84
Al-Inshiqaq
The Sundering
084
85
Al-Buruj
The Mansions of the Stars
085
86
At-Tariq
The Nightcommer
086
87
Al-A'la
The Most High
087
88
Al-Ghashiyah
The Overwhelming
088
89
Al-Fajr
The Dawn
089
90
Al-Balad
The City
090
91
Ash-Shams
The Sun
091
92
Al-Layl
The Night
092
93
Ad-Duhaa
The Morning Hours
093
94
Ash-Sharh
The Relief
094
95
At-Tin
The Fig
095
96
Al-'Alaq
The Clot
096
97
Al-Qadr
The Power
097
98
Al-Bayyinah
The Clear Proof
098
99
Az-Zalzalah
The Earthquake
099
100
Al-'Adiyat
The Courser
100
101
Al-Qari'ah
The Calamity
101
102
At-Takathur
The Rivalry in world increase
102
103
Al-'Asr
The Declining Day
103
104
Al-Humazah
The Traducer
104
105
Al-Fil
The Elephant
105
106
Quraysh
Quraysh
106
107
Al-Ma'un
The Small kindnesses
107
108
Al-Kawthar
The Abundance
108
109
Al-Kafirun
The Disbelievers
109
110
An-Nasr
The Divine Support
110
111
Al-Masad
The Palm Fiber
111
112
Al-Ikhlas
The Sincerity
112
113
Al-Falaq
The Daybreak
113
114
An-Nas
Mankind
114

Al-Isra : 1

17:1
سُبْحَٰنَٱلَّذِىٓأَسْرَىٰبِعَبْدِهِۦلَيْلًامِّنَٱلْمَسْجِدِٱلْحَرَامِإِلَىٱلْمَسْجِدِٱلْأَقْصَاٱلَّذِىبَٰرَكْنَاحَوْلَهُۥلِنُرِيَهُۥمِنْءَايَٰتِنَآإِنَّهُۥهُوَٱلسَّمِيعُٱلْبَصِيرُ ١

Saheeh International

Exalted is He who took His Servant by night from al-Masjid al-Haram to al-Masjid al- Aqsa, whose surroundings We have blessed, to show him of Our signs. Indeed, He is the Hearing, the Seeing.

Tafseer 'Tafsir Ibn Kathir' (IN)

Allah Swt. memulai surat ini dengan mengagungkan diri-Nya dan meng­gambarkan kebesaran peran-Nya, karena kekuasaan-Nya melampaui segala sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pun selain Dia sendiri. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.

...yang telah memperjalankan hamba-Nya.

Yaitu Nabi Muhammad Saw.

...pada suatu malam.

Maksudnya, di dalam kegelapan malam hari.

...dari Masjidil Haram.

Yang tempatnya berada di Mekah

...ke Masjidil Aqsa.

Yakni Baitul Muqaddas yang terletak di Elia (Yerussalem), tempat asal para Nabi (terdahulu) sejak Nabi Ibrahim a.s. Karena itulah semua nabi dikumpulkan di Masjidil Aqsa pada malam itu, lalu Nabi Saw. mengimami mereka di tempat mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah imam terbesar dan pemimpin yang didahulukan. Semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya.

Firman Allah Swt.:

...yang telah Kami berkahi sekelilingnya.

Yakni tanam-tanamannya dan hasil buah-buahannya.

...agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.

Maksudnya, Kami perlihatkan kepada Muhammad sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar-besar.

Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda (ke­kuasaan) Tuhannya yang paling besar. (An Najm:18)

Kami akan mengetengahkan hadis-hadis yang menceritakan peristiwa Isra ini yang bersumber dari Nabi Saw.

Firman Allah Swt.:

Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Menge­tahui.

Allah Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, yang mukmin maupun yang kafir yang membenarkan maupun yang mendustakan di antara mereka. Dan Dia Maha Melihat semua perbuatan mereka: Maka kelak Dia akan memberikan kepada masing-masing dari mereka balasan yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat.

Imam Abu Abdullah Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada­ku Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman (yakni Ibnu Bilal), dari Syarik ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Anas ibnu Malik menceritakan malam hari yang ketika itu Rasulullah Saw. mengalami Isra dari Masjid Ka'bah (Masjidil Haram). Disebutkan bahwa ada tiga orang datang kepadanya sebelum ia menerima wahyu, saat itu ia (Nabi Saw.) sedang tidur di Masjidil Haram. Orang pertama dari ketiga orang itu berkata, "Yang manakah dia itu?" Orang yang pertengahan menjawab, "Orang yang paling pertengahan dari mereka. Dialah orang yang paling baik." Orang yang terakhir berkata, "Ambillah yang paling baik dari mereka." Hanya itulah yang terjadi malam tersebut. Nabi Saw. tidak melihat mereka, hingga mereka datang kepadanya di malam lainnya menurut penglihatan hatinya, sedangkan matanya terti­dur, tetapi hatinya tidak tidur. Demikianlah halnya para nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur. Mereka tidak mengajak beliau bicara, melainkan langsung memba­wanya, lalu membaringkannya di dekat sumur zamzam, yang selanjutnya urusannya ditangani oleh Malaikat Jibril yang ada bersama mereka. Ke­mudian Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hatinya, lalu ia mencuci isi dada dan perutnya dengan memakai air zam­zam. Ia lakukan hal ini dengan tangannya sendiri sehingga bersihlah bagian dari tubuh Nabi Saw. Kemudian Jibril membawa sebuah piala emas yang di dalamnya terdapat sebuah wadah kecil terbuat dari emas, wadah itu berisikan iman dan hikmah. Lalu Jibril menyisihkannya ke dalam dada dan kerongkongan­nya serta menutupkan bedahannya. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit pertama. Jibril mengetuk salah satu pintu langit pertama, maka malaikat penghuni langit pertama bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Orang yang bersamaku adalah Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab "Ya." Mereka berkata, "Selamat datang untuknya." Semua penduduk langit pertama menyambut gembira kedatangannya. Para penduduk langit tidak menge­tahui apa yang diinginkan oleh Allah di bumi hingga Allah sendiri yang memberitahukan kepada mereka. Nabi Saw. bersua dengan Adam di langit yang pertama, dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ini adalah bapakmu Adam." Maka Nabi Saw. mengucapkan salam kepada Adam, dan Adam menjawab salamnya seraya berkata, "Selamat datang, wahai anakku, sebaik-baik anak adalah engkau." Di langit pertama itu Nabi Saw. tiba-tiba melihat ada dua buah sungai yang mengalir. Maka ia bertanya, "Hai Jibril, apakah nama kedua sungai ini?" jibril menjawab, "Kedua sungai ini adalah Nil dan Eufrat, yakni sumber keduanya." Jibril membawanya pergi ke sekitar langit itu. Tiba-tiba Nabi Saw. melihat sungai lain. Yang di atasnya terdapat sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Maka Nabi Saw. menyentuhkan tangannya ke sungai itu, ternyata baunya sangat wangi seperti minyak kesturi. Lalu ia bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah Sungai Kausar yang disimpan oleh Tuhanmu buat kamu." Jibril membawanya naik ke langit yang kedua, maka para malaikat (penjaga langit kedua) mengatakan kepadanya pertanyaan yang sama seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit pertama, "Siapa­kah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapa­kah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka berta­nya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Selamat atas kedatangannya." Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketiga, dan para penjaganya mengatakan kepadanya pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh malaikat penjaga langit yang kedua. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keempat. Para penjaga­nya pun melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan sebelum­nya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang kelima, dan para penjaganya melontarkan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan para malaikat penjaga langit yang sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keenam. Para penjaga­nya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan para malaikat sebelum­nya. Kemudian Jibril membawanya lagi ke langit yang ketujuh, dan para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit sebelumnya. Pada tiap-tiap lapis langit terdapat nabi-nabi yang nama masing-masingnya disebutkan oleh Jibril. Perawi hadis berkata bahwa ia ingat nama-nama mereka, antara lain: Nabi Idris di langit yang kedua, Nabi Harun di langit yang keempat, dan nabi lainnya di langit yang kelima, pe­rawi tidak ingat lagi namanya. Nabi Ibrahim di langit yang keenam, dan Nabi Musa di langit yang ketujuh berkat keutamaan yang dimilikinya, yaitu pernah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt. Musa berkata "Wahai Tuhanku, saya tidak menduga bahwa Engkau akan mengangkat seseorang lebih tinggi di atasku." Kemudian Jibril membawanya naik di atas itu sampai ke tingkatan yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah Swt., hingga sampailah Nabi Saw. di Sidratul Muntaha dan berada dekat dengan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung. Maka ia makin bertambah dekat, sehingga jadilah ia (Nabi Saw.) dekat dengan-Nya. Sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Maka Allah memberikan wahyu kepadanya, antara lain ialah, "Aku wajibkan lima puluh kali salat setiap siang dan malam hari atas umatmu." Kemudian Jibril membawanya turun sampai ke tempat Musa berada, lalu Musa menahannya dan berkata, "Hai Muhammad, apakah yang te­lah diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?" Nabi Saw. menjawab, "Tuhan­ku telah memerintahkan kepadaku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatku tidak akan mampu mengerja­kannya, sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah ke­ringanan dari-Nya buatmu dan buat umatmu." Nabi Saw. menoleh kepada Jibril, seakan-akan beliau meminta saran darinya mengenai hal tersebut. Dan Jibril menjawab, "Baiklah jika kamu menghendakinya." Maka Jibril membawanya lagi naik kepada Tuhan Yang Mahaperka-sa lagi Mahasuci, lalu Nabi Saw. memohon kepada Allah Swt. yang ber­ada di tempat-Nya, "Wahai Tuhanku berikanlah keringanan buat kami, karena sesungguhnya umatku tidak akan mampu memikulnya." Maka Allah memberikan keringanan sepuluh salat kepadanya. Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa menahannya. Maka Musa terus menerus membolak-balikannya dari dia ke Tuhannya, hingga jadilah salat lima waktu. Setelah ditetapkan salat lima waktu, Musa menahannya kembali dan berkata, "Hai Muhammad, demi Allah, sesungguhnya aku telah mem­bujuk Bani Israil:—umatku— untuk mengerjakan yang lebih sedikit dari lima waktu, tetapi mereka kelelahan, akhirnya mereka meninggalkannya. Umatmu lebih lemah, tubuh, hati, badan, penglihatan, dan pendengaran­nya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintakanlah keringanan kepada-Nya buatmu." Setiap kali mendapat saran dari Nabi Musa, Nabi Saw. selalu meno­leh kepada Jibril untuk meminta pendapatnya, dan Malaikat Jibril dengan senang hati menerimanya, akhirnya pada kali yang kelima Jibril membawanya naik dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku adalah orang-orang yang lemah, tubuh, hati, pendengaran, penglihatan, dan jasad mereka, maka berilah keringanan lagi buat kami." Maka Tuhan Yang Mahaperkasa, Mahasuci, lagi Mahatinggi berfir­man, "Hai Muhammad."Nabi Saw. menjawab, "Labbaikawasa'daika (saya penuhi seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan)." Allah berfirman, "Sesungguhnya keputusan yang ada pada-Ku ini tidak dapat diubah lagi, persis seperti apa yang telah Aku tetapkan atas dirimu di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz). Maka setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan. Dan kewajiban salat itu telah tercatat lima puluh kali di dalam Ummul Kitab, sedangkan bagimu tetap lima kali." Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa berkata "Apakah yang telah engkau lakukan?" Nabi Saw. menjawab, "Allah telah memberikan keringanan bagi kami, Dia telah memberikan kepada kami setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal." Musa berkata, "Sesungguhnya, demi Allah, saya telah membujuk Bani Israil untuk mengerjakan yang lebih ringan dari itu, tetapi mereka meninggalkannya. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah ke­ringanan buat dirimu juga." Rasulullah Saw. bersabda, "Hai Musa, sesungguhnya —demi Allah— saya malu kepada Tuhanku, karena terlalu sering bolak-balik kepada-Nya." Musa berkata, "Kalau begitu, turunlah engkau dengan menyebut nama Allah." Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi Saw. terbangun, dan dia berada di Masjidil Haram."

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan di dalam hadis syarik adanya suatu tambahan yang hanya ada pada riwayatnya, sesuai dengan pendapat orang yang menduga bahwa Nabi Saw. melihat Allah Swt. da­lam peristiwa ini. Yang dimaksudkan ialah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya,

"Kemudian Dia mendekat," yakni Tuhan Yang Mahaperkasa mendekat kepadanya (Nabi Saw.), "lalu bertambah mendekat lagi, maka jadilah Dia dekat kepadanya (Muhammad Saw.) sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi."

Selanjutnya Imam Baihaqi mengatakan bahwa pendapat Aisyah dan Ibnu Mas'ud serta Abu Hurairah yang menakwilkan ayat-ayat ini —bahwa Nabi Saw. meli­hat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya— merupakan pendapat yang paling sahih.

Pendapat yang dikatakan oleh Imam Baihaqi dalam masalah ini adalah pendapat yang benar, karena sesungguhnya Abu Zar r.a. pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau melihat Tuhanmu?" Rasulullah Saw. menjawab:

Nur, mana mungkin aku dapat melihatnya. Menurut riwayat yang lain disebutkan: Saya hanya melihat nur (cahaya). (Diketengahkan oleh Imam Muslim)

Firman Allah Swt.:

Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. (An Najm:8)

Sesungguhnya yang dimaksudkan hanyalah Malaikat Jibril a.s., seperti yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui Siti Aisyah Ummul Muminin dan Ibnu Mas'ud.

Demikian pula yang ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah. Tiada seorang pun di antara para sahabat yang menentang penafsiran ayat dengan takwil seperti ini.

Sebuah Pasal:

Pendapat orang yang mengatakan bahwa semua riwayat, sebagian darinya berbeda dengan sebagian yang lain, adakalanya perbedaannya sangat mencolok. Lalu ia menyimpulkan adanya berkali-kali perjalanan Isra, maka sesungguhnya pendapat ini keliru dan jauh dari kebenaran. Sebagian di antara ulama mutaakhkhirin mengatakan bahwa Nabi Saw. menjalani Isra dari Mekah ke Baitul Maqdis sekali, lalu dari Mekah ke langit sekali, dan sekali lagi ke Baitul Maqdis lalu ke langit.

Yang mengherankan orang yang berpendapat seperti ini merasa puas dengan kesimpulan yang didapatkannya. Dia merasa bahwa dirinya telah menyelesaikan semua kesulitan sehubungan dengan masalah Isra ini. Padahal kenyataannya pendapatnya ini tiada seorang pun yang menukilnya dari ulama Salaf selain dia sendiri. Seandainya perjalanan Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw. berbilang, tentulah Nabi Saw. menceritakannya kepada umatnya, dan tentulah orang-orang menukilnya dan menyatakan bahwa perjalanan Isra Nabi Saw. dilakukan berkali-kali.

Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa perja­lanan Isra dilakukan setahun sebelum hijrah. Hal yang sama telah dikata­kan oleh Urwah. Lain pula dengan As-Saddi, ia mengatakan bahwa perjalanan Isra dilakukan enam belas bulan sebelum hijrah.

Pendapat yang benar mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjalani Isra-nya dalam keadaan terjaga, buka dalam keadaan tidur (mimpi), yaitu dari Mekah ke Baitul Maqdis dengan mengendarai Buraq. Disebutkan bahwa setelah Nabi Saw. di depan pintu Masjidil Aqsa, ia menambatkan hewan kendaraannya di dekat pintu masjid, lalu memasukinya dan me­ngerjakan salat menghadap ke arah kiblat sebanyak dua rakaat, yaitu salat tahiyyatul masjid (penghormatan pada masjid).

Kemudian didatangkan Mi’raj, sebuah alat seperti tangga bentuknya, memiliki undagan-undagan untuk naik ke atas. Lalu Nabi Saw. menaikinya menuju ke langit yang terdekat, kemudian ke langit-langit selanjutnya sampai ke langit yang ketujuh.

Di setiap lapisan langit Nabi Saw. disambut oleh penghuni langit yang selanjutnya. Nabi Saw. mengucapkan salam kepada nabi-nabi yang ada di setiap langit sesuai dengan kedudukan dan tingkatan mereka. Se­hingga bersualah Nabi Saw. dengan Musa yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah di langit yang keenam, dan beliau bersua dengan Nabi Ibrahim di langit yang ketujuh.

Kemudian Nabi Saw. melampaui kedudukan kedua nabi itu dan nabi­ nabi lain yang sebelumnya, hingga sampailah Nabi Saw. pada suatu ting­katan yang dari tempat itu beliau dapat mendengar geretan kalam, yakni kalam yang mencatat takdir terhadap segala sesuatu yang telah ada.

Nabi Saw. melihat Sidratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha diliputi oleh perintah Allah Swt,, yaitu oleh sejumlah yang sangat besar dari kupu-kupu emas dan berbagai macam warna-warni, para malaikat meliputinya pula. Di tempat itulah Nabi Saw. melihat bentuk dan rupa asli Malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap. Dan Nabi Saw. melihat rafraf (bantal-bantal) hijau yang menutupi semua cakrawala pandangan.

Nabi Saw. melihat Baitul Ma'mur dan Nabi Ibrahim Al-Khalil pemba­ngun Ka'bah bumi sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma'mur, karena Baitul Ma'mur adalah Ka'bah penghuni langit. Setiap hari Baitul Ma'mur dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat yang melakukan ibadah di dalamnya, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya sampai hari kiamat.

Nabi Saw. melihat surga dan neraka serta difardukan kepada Nabi Saw, salat lima puluh kali di tempat itu, kemudian diberikan keringanan oleh Allah Swt. sampai menjadi lima kali salat (salat lima waktu) sebagai rahmat dari Allah dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dalam hal ini terkandung perhatian yang besar terhadap kemuliaan dan kebesaran salat.

Lalu Nabi Saw. turun ke Baitul Maqdis dengan ditemani oleh semua nabi, kemudian Nabi Saw. salat bersama mereka di dalam Baitul Maqdis setelah waktu salat tiba. Barangkali salat yang dimaksud salat Subuh hari itu.

Di antara ulama ada yang menduga bahwa Nabi Saw. mengimami salat mereka di langit. Tetapi berdasarkan riwayat yang banyak menyebutkan, hal itu terjadi di Baitul Maqdis. Hanya dalam sebagian riwayat tersebut ada yang menyebutkan bahwa salat itu dilakukan ketika pertama kali Nabi Saw. memasukinya.

Menurut lahiriah makna hadis menunjukkan bahwa hal itu terjadi setelah Nabi Saw. pulang menuju ke Baitul Maqdis. Dikatakan demikian karena ketika Nabi Saw. melewati mereka di tempatnya masing-masing, Nabi Saw. bertanya kepada Jibril a.s. tentang masing-masing orang dari mereka, lalu Malaikat Jibril memberitahukan kepada Nabi Saw.

Kesimpuan inilah yang layak dipegang, karena pada awalnya Nabi Saw. di­perintahkan untuk menghadap kepada Allah Swt. yang Mahatinggi untuk difardukan atasnya dan atas umatnya perintah yang dikehendaki-Nya.

Setelah selesai menerima perintah yang dimaksudkan oleh Allah, maka barulah Nabi Saw. berkumpul bersama saudara-saudaranya dari kalangan para nabi. Kemudian ditampakkan keutamaan dan kemuliaan Nabi Saw. atas mereka karena Nabi Saw. diajukan untuk menjadi imam salat mereka, Jibrillah yang mengisyaratkan hal tersebut kepada Nabi Saw.

Setelah itu Nabi Saw. keluar dari Baitul Maqdis, lalu mengendarai Buraqnya dan kembali ke Mekah sebelum pagi hari.

Adapun mengenai penyuguhan beberapa jenis minuman kepadanya, yaitu minuman susu dan minuman madu atau minuman khamr, atau minuman susu dan air atau semuanya, menurut sebagian riwayat, hal itu terjadi di Baitul Maqdis, sedangkan menurut riwayat yang lain terjadi di langit. Barangkali hal ini terjadi di Baitul Maqdis dan juga di langit, mengingat suguhan ini termasuk ke dalam Bab "Menyediakan Sajian buat Tamu yang Baru Datang".

Kemudian para ulama berbeda pendapat apakah Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw. ini dilakukan oleh tubuh dan rohnya, ataukah hanya dengan rohnya saja? Ada dua pendapat mengenai masalah ini. Tetapi menurut kebanyakan ulama, Nabi Saw. menjalani Isra-nya dengan tubuh dan rohnya lagi dalam keadaan terjaga, bukan sedang dalam keadaan tidur (mimpi).

Tetapi mereka tidak menyangkal bila Rasulullah Saw. telah melihat hal tersebut dalam mimpinya, kemudian sesudah itu beliau Saw. melihat­nya langsung dalam keadaan jaga. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali Nabi Saw. melihat suatu mimpi melainkan mimpi itu datang seperti cahaya pagi hari.

Bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. menjalani Isra-nya de­ngan badan dan rohnya adalah firman Allah Swt. yang menyebutkan:

Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya.

Kata tasbih yang mengawali ayat ini tidak sekali-kali disebutkan melainkan bila mengawali perkara-perkara yang besar. Seandainya peristiwa Isra itu dilakukan dalam keadaan tidurnya (mimpinya), tentulah tidak mengandung sesuatu hal pun yang besar dan bukan dianggap sebagai peristiwa yang besar, serta orang-orang kafir Quraisy pun tidak segera mendustakannya, dan tidak akan murtadlah sejumlah orang yang tadinya telah masuk Islam.

Dan lagi pengertian kata 'hamba' mencakup pengertian roh dan ja­sad. Allah Swt. telah berfirman: Yang telah memperjalankan hamba-Nya di suatu malam. (Al- Isra: 1), Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang telah Kami tampilkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al Israa':60)

Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan ru-ya dalam ayat ini ialah penglihatan mata yang di tampakkan kepada Rasulullah Saw. pada malam beliau menjalani Isra-nya, (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk, yakni pohon zaqqum. Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari. Dan firman Allah Swt. yang mengatakan: Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (An Najm:17)

Sedangkan penglihatan mata merupakan bagian dari indera tubuh, bukan bagian dari roh. Dan lagi Nabi Saw. mengendarai Buraq, yaitu hewan yang berwarna putih mengkilat. Sesungguhnya hal ini hanyalah untuk badan, bukan untuk roh. Karena jika rohnya, maka dalam gerakannya tidak diperlukan adanya kendaraan yang dinaikinya.

Ulama yang lainnya mengatakan bahwa Nabi Saw. melakukan Isra-nya hanya dengan rohnya, tidak dengan jasadnya. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar di dalam kitab Sirah-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Atabah ibnul Mugirah ibnul Akhnas, bahwa Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan apabila ditanya tentang Isra Rasulullah Saw., maka ia menjawab, "Perjalanan Isra itu adalah mimpi yang benar dari Allah."

Dan telah menceritakan kepadaku sebagian keluarga Abu Bakar, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan, "Jasad Rasulullah Saw. tidaklah hilang, melainkan beliau menjalankan Isra dengan rohnya."

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa perkataan Siti Aisyah ini tiada yang menyangkalnya, mengingat Al-Hasan pernah mengatakan bahwa ayat berikut, yakni firman Allah Swt.: Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al Israa':60) Dan firman Allah Swt. tentang kisah Nabi Ibrahim: Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembe­lihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. (Ash Shaaffat:102)

Muhammad Ibnu Ishaq melanjutkan perkataanya, bahwa Al-Hasan melanjutkan perkatannya, lalu ia menyimpulkan bahwa kini ia mengetahui bahwa wahyu sampai kepada para nabi dari Allah, baik mereka dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan tidur. Dan Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kedua mataku tidur, tetapi hatiku tetap terjaga. Dengan kata lain, hal tersebut datang kepada Rasulullah Saw. dalam semua keadaannya, baik beliau dalam keadaan tidur ataupun terjaga, semuanya adalah hak dan benar. Demikianlah pendapat Ibnu Ishaq.

Akan tetapi, Abu Ja'far ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya menyang­gah dan menyangkal serta mengecam pendapat tersebut, bahwa pendapat seperti itu bertentangan dengan makna lahiriah Al-Qur'an. Lalu Ibnu Jarir mengemukakan dalil-dalil dalam sanggahannya yang antara lain ialah dalil-dalil yang telah di sebutkan di atas.

Sebuah pembahasan penting

Al-Hafiz Abu Na'im Al-Asbahani di dalam kitab Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Umar Al-Waqidi, bahwa telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Abur Rijal, dari Umar ibnu Abdullah, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengutus Dahiyyah ibnu Khalifah kepada Kaisar. Lalu disebutkan tentang kedatangan Dahiyyah kepada Kaisar, yang di dalam teksnya terkandung bukti yang nyata tentang luasnya wawasan berfikir Kaisar Heraklius. Kaisar memanggil para pedagang (Arab) yang ada di negeri Syam, maka dihadapkanlah Abu Sufyan ibnu Sakhr ibnu Harb beserta teman-temannya kepada Kaisar. Kaisar menanyai mereka pertanyaan-pertanyaan yang telah terkenal itu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti yang akan dijelaskan kemudian.

Kemudian Abu Sufyan berupaya semaksimal mungkin untuk menghina Nabi Saw. dan menganggap kecil perkaranya di hadapan Kaisar. Dalam konteks ini disebutkan kata-kata Abu Sufyan yang mengatakan, "Demi Allah, tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi diriku untuk mengata-ngatai Muhammad dengan kata-kata yang menjatuhkannya di hadapan Kaisar kecuali karena aku tidak suka melakukan suatu kedustaan di hadapan Kaisar, yang akibatnya justru akan berbalik terhadap diriku dan Kaisar tidak percaya lagi dengan kata-kata yang aku ucapkan pada­nya."

Abu Sufyan mengatakan, "Sampai aku teringat ucapannya tentang malam hari dia menjalani Isra," Abu Sufyan mengatakan pula, "Aku berkata, hai Raja! Maukah aku ceritakan kepadamu suatu berita, agar engkau mengetahui ia seorang pendusta?" Raja menjawab, "Berita apakah itu?" Abu Sufyan mengatakan, "Sesungguhnya dia (Nabi Saw.) mengaku kepada kami bahwa dirinya pergi dari tanah kami — yakni Tanah Suci — dalam suatu malam, lalu datang ke masjid kalian yang di IIiya ini (Yerussalem), lalu ia kembali kepada kami dalam malam yang sama sebelum subuh."

Saat itu Uskup Iliya berada di belakang Kaisar. Ia berkata, "Sesung­guhnya saya mengetahui kejadian malam itu." Kaisar menoleh ke arah uskup dan bertanya, "Bagaimana engkau mengetahui kejadiannya?" Uskup menjawab, "Sesungguhnya saya tidak pernah tidur dalam suatu malam pun sebelum menutup semua pintu masjid. Dan pada malam itu saya menutup semua pintu masjid selain sebuah pintu yang tidak kuat saya tutup. Maka saya meminta bantuan kepada para pekerja (pembantu) saya dan semua orang yang hadir pada saat itu untuk menutup pintu tersebut, tetapi pintu itu tidak bergeming sedikit pun. Kami tidak mampu menggerakkannya, seakan-akan kami sedang menggeser sebuah bukit. Maka saya memanggil tukang-tukang kayu untuk memeriksa pintu itu. Mereka datang dan mengatakan,' Sesungguhnya pintu ini terkena oleh tekanan tembok bangunan yang menurun, juga oleh kusennya. Kami tidak mampu menggerakkannya, nanti saja pagi hari kami akan melihat penyebabnya'."

Uskup melanjutkan kisahnya, bahwa ia masuk ke dalam dan membi­arkan dua pintu itu terbuka lebar, "Kemudian pada pagi hari saya kembali memeriksa pintu itu. Tiba-tiba batu yang ada di sudut masjid dalam keadaan telah berlubang, dan ternyata pada lubang itu terdapat bekas tali kendali hewan kendaraan yang ditambatkan. Maka saya berkata kepada teman-teman saya, 'Tiada lain pintu ini tertahan tadi malam melainkan karena ada seorang nabi, dan dia telah melakukan salat di masjid kita ini'." Abu Na'im Al-Asbahani melanjutkan hadisnya hingga selesai.

Sebuah Faedah

Al-Hafiz Abul Khattab Umar ibnu Dahiyyah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tanwir fi Maulidis Sirajil Munir telah meriwayatkan hadis Isra melalui Anas, dan ia mengetengahkannya dengan baik serta lengkap. Sesudah itu ia mengatakan bahwa banyak riwayat hadis mengenai Isra sampai kepada tingkatan mutawatir, seperti riwayat dari Umar ibnul Khattab, Ibnu Mas'ud, Abu Zar, Malik ibnu Sa'sa'ah, Abu Hurairah, Abu Sa'id, Ibnu Abbas, Syaddad ibnu Aus, Ubay ibnu Ka'b, Abdur Rahman ibnu Qart, Abu Habbah, dan Abu Laila yang kedua-duanya dari kalangan Ansar, Abdullah ibnu Amr, Jabir, Huzaifah, Buraidah, Abu Ayyub, Abu Umamah, Samurah ibnu Jundub, Abul Hamra, Suhaib Ar-Rumi, Ummu Hani', Aisyah dan Asma yang kedua-duanya putri Abu Bakar.

Sebagian di antara mereka mengetengahkannya secara panjang lebar, dan sebagian lainnya mengetengahkannya secara ringkas seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab musnad. Sekalipun riwayat sebagian dari mereka harus memenuhi standar syarat sahih, tetapi hadis mengenai Isra ini kebenarannya telah disepakati oleh kaum muslim, dan orang-orang kafir zindiq dan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhanlah yang berpaling darinya. Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Ash Shaff:8)

Quran Mazid
go_to_top
Quran Mazid
Surah
Juz
Page
1
Al-Fatihah
The Opener
001
2
Al-Baqarah
The Cow
002
3
Ali 'Imran
Family of Imran
003
4
An-Nisa
The Women
004
5
Al-Ma'idah
The Table Spread
005
6
Al-An'am
The Cattle
006
7
Al-A'raf
The Heights
007
8
Al-Anfal
The Spoils of War
008
9
At-Tawbah
The Repentance
009
10
Yunus
Jonah
010
11
Hud
Hud
011
12
Yusuf
Joseph
012
13
Ar-Ra'd
The Thunder
013
14
Ibrahim
Abraham
014
15
Al-Hijr
The Rocky Tract
015
16
An-Nahl
The Bee
016
17
Al-Isra
The Night Journey
017
18
Al-Kahf
The Cave
018
19
Maryam
Mary
019
20
Taha
Ta-Ha
020
21
Al-Anbya
The Prophets
021
22
Al-Hajj
The Pilgrimage
022
23
Al-Mu'minun
The Believers
023
24
An-Nur
The Light
024
25
Al-Furqan
The Criterion
025
26
Ash-Shu'ara
The Poets
026
27
An-Naml
The Ant
027
28
Al-Qasas
The Stories
028
29
Al-'Ankabut
The Spider
029
30
Ar-Rum
The Romans
030
31
Luqman
Luqman
031
32
As-Sajdah
The Prostration
032
33
Al-Ahzab
The Combined Forces
033
34
Saba
Sheba
034
35
Fatir
Originator
035
36
Ya-Sin
Ya Sin
036
37
As-Saffat
Those who set the Ranks
037
38
Sad
The Letter "Saad"
038
39
Az-Zumar
The Troops
039
40
Ghafir
The Forgiver
040
41
Fussilat
Explained in Detail
041
42
Ash-Shuraa
The Consultation
042
43
Az-Zukhruf
The Ornaments of Gold
043
44
Ad-Dukhan
The Smoke
044
45
Al-Jathiyah
The Crouching
045
46
Al-Ahqaf
The Wind-Curved Sandhills
046
47
Muhammad
Muhammad
047
48
Al-Fath
The Victory
048
49
Al-Hujurat
The Rooms
049
50
Qaf
The Letter "Qaf"
050
51
Adh-Dhariyat
The Winnowing Winds
051
52
At-Tur
The Mount
052
53
An-Najm
The Star
053
54
Al-Qamar
The Moon
054
55
Ar-Rahman
The Beneficent
055
56
Al-Waqi'ah
The Inevitable
056
57
Al-Hadid
The Iron
057
58
Al-Mujadila
The Pleading Woman
058
59
Al-Hashr
The Exile
059
60
Al-Mumtahanah
She that is to be examined
060
61
As-Saf
The Ranks
061
62
Al-Jumu'ah
The Congregation, Friday
062
63
Al-Munafiqun
The Hypocrites
063
64
At-Taghabun
The Mutual Disillusion
064
65
At-Talaq
The Divorce
065
66
At-Tahrim
The Prohibition
066
67
Al-Mulk
The Sovereignty
067
68
Al-Qalam
The Pen
068
69
Al-Haqqah
The Reality
069
70
Al-Ma'arij
The Ascending Stairways
070
71
Nuh
Noah
071
72
Al-Jinn
The Jinn
072
73
Al-Muzzammil
The Enshrouded One
073
74
Al-Muddaththir
The Cloaked One
074
75
Al-Qiyamah
The Resurrection
075
76
Al-Insan
The Man
076
77
Al-Mursalat
The Emissaries
077
78
An-Naba
The Tidings
078
79
An-Nazi'at
Those who drag forth
079
80
Abasa
He Frowned
080
81
At-Takwir
The Overthrowing
081
82
Al-Infitar
The Cleaving
082
83
Al-Mutaffifin
The Defrauding
083
84
Al-Inshiqaq
The Sundering
084
85
Al-Buruj
The Mansions of the Stars
085
86
At-Tariq
The Nightcommer
086
87
Al-A'la
The Most High
087
88
Al-Ghashiyah
The Overwhelming
088
89
Al-Fajr
The Dawn
089
90
Al-Balad
The City
090
91
Ash-Shams
The Sun
091
92
Al-Layl
The Night
092
93
Ad-Duhaa
The Morning Hours
093
94
Ash-Sharh
The Relief
094
95
At-Tin
The Fig
095
96
Al-'Alaq
The Clot
096
97
Al-Qadr
The Power
097
98
Al-Bayyinah
The Clear Proof
098
99
Az-Zalzalah
The Earthquake
099
100
Al-'Adiyat
The Courser
100
101
Al-Qari'ah
The Calamity
101
102
At-Takathur
The Rivalry in world increase
102
103
Al-'Asr
The Declining Day
103
104
Al-Humazah
The Traducer
104
105
Al-Fil
The Elephant
105
106
Quraysh
Quraysh
106
107
Al-Ma'un
The Small kindnesses
107
108
Al-Kawthar
The Abundance
108
109
Al-Kafirun
The Disbelievers
109
110
An-Nasr
The Divine Support
110
111
Al-Masad
The Palm Fiber
111
112
Al-Ikhlas
The Sincerity
112
113
Al-Falaq
The Daybreak
113
114
An-Nas
Mankind
114
Settings